ETIKA, ETIKET DAN MORAL DALAM BISNIS
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Balakang
Istilah
etika memiliki banyak makna berbeda. Ada yang menyebutkan bahwa etika adalah
semacam penelaahan, baik aktivitas penelaahan maupun hasil penelaahan itu
sendiri. Pendapat lain menyebutkan bahwa etika adalah kajian moralitas.
Sedangkan moralitas adalah pedoman yang dimiliki individu atau kelompok
mengenai apa itu benar dan salah, atau baik dan jahat suatu perbuatan.
Meskipun
etika berkaitan dengan moralitas, namun tidak sama persis dengan moralitas.
Etika merupakan studi standar moral yang tujuan utamanya adalah menentukan
standar yang benar atau yang didukung oleh penalaran yang baik, dan dengan
demikian etika mencoba mencapai kesimpulan tentang moral yang benar dan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Balakang
Istilah
etika memiliki banyak makna berbeda. Ada yang menyebutkan bahwa etika adalah
semacam penelaahan, baik aktivitas penelaahan maupun hasil penelaahan itu
sendiri. Pendapat lain menyebutkan bahwa etika adalah kajian moralitas.
Sedangkan moralitas adalah pedoman yang dimiliki individu atau kelompok
mengenai apa itu benar dan salah, atau baik dan jahat suatu perbuatan.
Meskipun
etika berkaitan dengan moralitas, namun tidak sama persis dengan moralitas.
Etika merupakan studi standar moral yang tujuan utamanya adalah menentukan
standar yang benar atau yang didukung oleh penalaran yang baik, dan dengan
demikian etika mencoba mencapai kesimpulan tentang moral yang benar dan salah,
dan moral yang baik dan jahat.
Etika
bisnis merupakan etika terapan. Etika bisnis merupakan aplikasi pemahaman kita
tentang apa yang baik dan benar untuk beragam institusi, teknologi, transaksi,
aktivitas dan usaha yang kita sebut bisnis. Etika bisnis merupakan studi
standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam system dan
organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan
mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada
didalam organisasi.
Sebenarnya
banyak yang keberatan dengan penerapan standar moral dalam aktivitas bisnis.
Beberapa orang berpendapat bahwa orang yang terlibat dalam bisnis hendaknya
berfokus pada pencarian keuntungan financial bisnis mereka saja dan tidak
membuang-buang energy mereka atau sumber daya perusahaan untuk melakukan
pekerjaan baik yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
Karenanya
dalam masyarakat seperti itu, tidak mungkin dapat melakukan aktivitas bisnis,
dan bisnis akan hancur. Karena bisnis tidak dapat bertahan hidup tanpa etika,
maka kepentingan bisnis yang paling utama adalah mempromosikan prilaku etika
kepada anggotanya dan juga masyarakat luas.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Apa pengertian
dari etika, etiket dan moral
bisnis?
2. Apa
tujuan dari etika bisnis?
3.
Bagaimana perkembangan etika bisnis?
4. Pro dan kontra dalam etika bisnis?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etika, Etiket, dan Moral Bisnis
2.1.1 Pengertian Etika
Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa
Yunani adalah “Ethos”, yang berarti, karakter, watak, kesusilaan atau adat
kebiasaan. Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang
dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan
yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.
Menurut Martin [1993], etika didefinisikan sebagai
"the discipline which can act as the performanceindex or reference for our
control system" yang artinya disiplin yang dapat bertindak sebagai acuan
atau indeks capaian untuk sistem kendali kita/kami. Etika disebut juga filsafat
moral adalah cabang filsafat yang berbicara tentang praxis (tindakan) manusia.
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian etika
adalah : Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban
moral, Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, Nilai mengenai
benar dan salah yang dianut masyarakat.
2.1.2 Pengertian Etiket
Adalah ajaran sopan santun yang berlaku bila manusia
bergaul atau berkelompok dengan manusia lain. Berkaitan dengan nilai sopan
santun, tata krama dalam pergaulan formal. Etiket tidak berlaku bila seorang manusia hidup
sendiri misalnya hidup di sebuah pulau terpencil atau di tengah hutan.
2.1.2.1 Persamaan Etika dan Etiket
Etika dan etiket menyangkut perilaku manusia. Istilah
tersebut dipakai mengenai manusia tidak mengenai binatang karena binatang tidak
mengenal etika maupun etiket. Kedua-duanya mengatur perilaku manusia
secara normatif artinya memberi norma bagi perilaku manusia dan dengan demikian
menyatakan apa yag harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Justru
karena sifatnya normatif maka kedua istilah tersebut sering dicampuradukkan.
2.1.2.2 Perbedaan Etika dan Etiket
Etiket menyangkut cara melakukan perbuatan manusia.
Etiket menunjukkan cara yang tepat artinya cara yang diharapkan serta ditentukan
dalam sebuah kalangan tertentu
Etiket hanya berlaku untuk pergaulan. Etiket bersifat relatif. Yang
dianggap tidak sopan dalam sebuah kebudayaan, dapat saja dianggap sopan dalam
kebudayaan lain.
Etiket hanya memandang manusia dari segi lahiriah saja.
Etika tidak terbatas pada cara melakukan sebuah
perbuatan, etika member norma tentang perbuatan itu sendiri. Etika menyangkut
masalah apakah sebuah perbuatan boleh dilakukan atau tidak boleh
dilakukan. Etika selalu berlaku walaupun tidak ada orang lain.
Etika jauh lebih absolut. Perintah seperti “jangan berbohong”, “jangan
mencuri” merupakan prinsip etika yang tidak dapat ditawar-tawar.
2.1.3 Pengertian Moral
Kata moral berasal dari bahasa latin mos
(jamak:mores), yang berarti kebiasaan atau adat. Kata mores dipakai oleh banyak
bahasa masih dalam arti yang sama, termasuk bahasa indonesia.
2.1.4 Pengertian Etika Bisnis Menurut Beberapa Ahli
Menurut
Rosita noer: “Etika adalah ajaran (normatif) dan pengetahuan (positif) tentang
yang baik dan yang buruk, menjadi tuntutan untuk mewujudkan kehidupan yang
lebih baik.”
Menurut Yunani Kuno: ("ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan"), Etika adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.
Menurut Drs. O.P. Simorangkir: “Etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berperilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.”
Menurut Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat: “Etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.”
Menurut Drs. H. Burhanudin Salam: “Etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai norma dan moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya.”
Menurut Yunani Kuno: ("ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan"), Etika adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.
Menurut Drs. O.P. Simorangkir: “Etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berperilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.”
Menurut Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat: “Etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.”
Menurut Drs. H. Burhanudin Salam: “Etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai norma dan moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya.”
2.2 Tujuan
Etika Bisnis
Tujuan
etika bisnis adalah menggugah kesadaran moral dan memberikan batasan-batasan
para pelaku bisnis untuk menjalankan good business dan tidak melakukan monkey
business atau dirty business yang bisa merugikan banyak pihak yang terkait
dalam bisnis tersebut.
Etika bisnis mengajak para pelaku bisnis
mewujudkan citra dan manajemen bisnis yang baik (etis) agar bisnis itu pantas
dimasuki oleh semua orang yang mempercayai adanya dimensi etis dalam dunia
bisnis. Hal ini sekaligus menghalau citra buruk dunia bisnis sebagai kegiatan
yang kotor, licik, dan tipu muslihat. Kegiatan bisnis mempunyai implikasi etis,
dan oleh karenanya membawa serta tanggungjawab etis bagi pelakunya
Etika
Bisnis adalah seni dan disiplin dalam menerapkan prinsip-prinsip etika untuk
mengkaji dan memecahkan masalah-masalah moral yang kompleks.
Etika
bisnis tidak hanya menyangkut penerapan prinsip-prinsip etika pada dunia
bisnis, tetapi juga metaetika. Dalam hubungan ini, etika bisnis mengkaji apakah
perilaku yang dinilai etis pada individu juga dapat berlaku pada organisais
atau perusahaan bisnis. Selanjutnya etika bisnis menyoroti apakah perusahaan
mempunyai tanggung jawab sosial atau tidak.
Dunia bisnis, yang tidak ada menyangkut hubungan antara pengusaha dengan
pengusaha, tetapi mempunyai kaitan secara nasional bahkan internasional. Tentu
dalam hal ini, untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang
transparan antara semua pihak, baik pengusaha, pemerintah, masyarakat maupun
bangsa lain agar jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etika sementara
pihak lain berpijak kepada apa yang mereka inginkan. Artinya kalau ada pihak
terkait yang tidak mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan etika,
jelas apa yang disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa
diwujudkan. Jadi, jelas untuk menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang
menjamin adanya kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu
pembicaraan yang bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak
merugikan siapapun dalam perekonomian.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain yaitu :
1. Pengendalian diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan dengan jalan main curang dan menakan pihak lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang "etis".
2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya.
3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.
4. Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan"
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-"ekspoitasi" lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.
6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.
7. Mampu menyatakan yang benar itu benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan "katabelece" dari "koneksi" serta melakukan "kongkalikong" dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi" serta memberikan "komisi" kepada pihak yang terkait.
8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada "oknum", baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan "kecurangan" demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan "gugur" satu semi satu.
10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
Jika etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan. Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti "proteksi" terhadap pengusaha lemah. Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat sekarang ini sudah dirasakan dan sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan globalisasi dimuka bumi ini. Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin jurang itu akan dapat diatasi, serta optimis salah satu kendala dalam menghadapi tahun 2000 dapat diatasi.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain yaitu :
1. Pengendalian diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan dengan jalan main curang dan menakan pihak lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang "etis".
2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya.
3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.
4. Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan"
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-"ekspoitasi" lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.
6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.
7. Mampu menyatakan yang benar itu benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan "katabelece" dari "koneksi" serta melakukan "kongkalikong" dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi" serta memberikan "komisi" kepada pihak yang terkait.
8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada "oknum", baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan "kecurangan" demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan "gugur" satu semi satu.
10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
Jika etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan. Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti "proteksi" terhadap pengusaha lemah. Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat sekarang ini sudah dirasakan dan sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan globalisasi dimuka bumi ini. Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin jurang itu akan dapat diatasi, serta optimis salah satu kendala dalam menghadapi tahun 2000 dapat diatasi.
2.3
Perkembangan Etika dalam Bisnis
- Situasi terdahulu
Berabad-abad
lamanya etika berbicara pada taraf ilmiah tentang masalah ekonomi dan bisnis
sebgai salah satu topic di samping sekian banyak topic lain. Pada awal sejarah
filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain meyelidiki
bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan menusia bersama dalam Negara dan dalam
konteks itu mereka membahas juga bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga
harus diatur. Dalam filsafat dan teologi Abad pertengahan pembahasan ini
dilanjutkan, dalam kalangan Kristen maupun Islam, Topik-topik moral sekitar
ekonomi dan perniagaan tidak luput pula dari perhatian filsafat (dan teologi)
di zaman modern. Dengan
membatasi diri pada situasi di Amerika Serikat selama paro pertama abad ke-20,
De George melukiskan bagaimana di perguruan tinggi masalah moral di sekitar
ekonomi dan bisnis terutama disoroti dalam teologi. Pada waktu itu di banyak
universitas diberikan kuliah agama dimana mahasiswa mempelajari masalah-masalah moral sekitar ekonomi
dan bisnis. Dan pendekatan ini masih berlangsung terus sampai hari ini, di
Amerika Serikat maupun di tempat lain. Para paus mengeluarkan ensiklik-ensiklik
social baru sampai dengan Sollicitudo Rei Socialis (1987) dan Centesimus Annus
(1991) dari Paus Yohanes Paulus II. Suatu contoh bagus khusus untuk Amerika
Serikat adalah dokumen pastoral yang dikeluarkan oleh para uskup Amerika
Serikat dengan judul Economic Justice for All. Catholic Social Teaching and the
U.S. Economy (1986).
2. Masa Peralihan tahun 1960-an
Dalam
tahu 1960-an terjadi perkembangan baru yang bisa dlihat sebagai persiapan
langsung bagi ti,bulnya etika bisnis dalam decade berikutnya. Dasawarsa 1960-an
ini di Amerika Serikat (dan dunia Barat pada umumnya) ditandai oleh
pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas, revolusi mahasiswa (mulai di ibukota
Prancis bulan Mei 1968), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Suasana
tidak tenang ini diperkuat lagi karena frustasi yang dirasakan secara khusus
oleh kaum muda dengan keterlibatan Amerika Serikat dalam perang Vietnam. Rasa
tidak puas ini mengakibatkan demonstrasi-demonstrasi paling besar yang pernah
disaksikan di Amerika Serikat. Secara khusus kaum muda menolak kolusi yang
dimata mereka terjadi antara militer dan industry. Industry dinilai terutama
melayani kepentingan militer.
3. Etika bisnis lahir di Amerika Serikat tahun 1970-an
Etika
bisnis sebagai suatu bidang intelektual dan akademis dengan identitas sendiri
mulai terbentuk di Amerika Serikat sejak tahun 1970-an. Jika sebelumnya etika
membicarakan aspek-aspek moral dari bisnis di samping banyak pokok pembicaraan
moral lainnya (etika dalam hubungan dengan bisnis), kini mulai berkembang etika
bisnis dalam arti sebenarnya. Terutama ada dua factor yang member kontribusi
besar kepada kelahiran etika bisnis di Amerika Serikat pada pertengahan tahun
1970-an. Sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etika
sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas
krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di Amerika Serikat. Kita akan
memandang dua factor ini dengan lebih rinci.
4. Etika bisnis meluas ke Eropa tahun
1980-an
Di
Eropa Barat etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira – kira sepuluh
tahun kemudian , mula – mula di inggris yang secara geografis maupun kultural
paling dekat dengan Amerika Serikat, tetapi tidak lama kemudian juga negara –
negara Eropa Barat lainnya. Semakin banyak fakultas ekonomi atau sekolah bisnis
di Eropa mencantumkan mata kuliah etika bisnis dalam kurikulumnya, sebagai mata
kulah pilihan ataupun wajib di tempuh. Sepuluh tahun kemudinan sudah tedapat
dua belas profesor etika bisnis pertama di universitas – Universitas Eropa.
5. Etika bisnis menjadi fenomena global tahun
1990-an
Dalam
dekade 1990-an sudah menjadi jelas ,etika bisnis tidak terbatas lagi pada dunia
barat. Kini etika bisnis dipeajari, diajarkan dan dikembangkan di seluruh
dunia, kita mendungar tentang kehadiran etika bisnis amerika latin, eropa
timur, apalagi sejak runthnya komunisme disana sebagai sistem politik dan
ekonomi. Tidak mengherankan bila etika bisnis mendapat perhatian khusus di
negara yang memiliki ekonomi yang paling kuat di luar dunia barat. Tanda bukti
terakhir bagi sifat gllobal etika bisnis adalah telah didirikannya
international society for business management economis and ethics (ISBEE).
2.4 Pro dan Kontra dalam Etika Bisnis
Bisnis
adalah bisnis. Bisnis jangan dicampur-adukkan dengan etika. Para pelaku bisnis
adalah orang-orang yang bermoral, tetapi moralitas tersebut hanya berlaku dalam
dunia pribadi mereka, begitu mereka terjun dalam dunia bisnis mereka akan masuk
dalam permainan yang mempunyai kode etik tersendiri. Jika suatu permainan judi
mempunyai aturan yang sah yang diterima, maka aturan itu juga diterima secara
etis. Jika suatu praktik bisnis berlaku begitu umum di mana-mana, lama-lama
praktik itu dianggap semacam norma dan banyak orang yang akan merasa harus
menyesuaikan diri dengan norma itu. Dengan demikian, norma bisnis berbeda dari
norma moral masyarakat pada umumnya, sehingga pertimbangan moral tidak tepat
diberlakukan untuk bisnis dimana “sikap rakus adalah baik”(Ketut Rindjin,
2004:65).
Belakangan
pandangan diatas mendapat kritik yang tajam, terutama dari tokoh etika Amerika
Serikat, Richard T.de George. Ia mengemukakan alasan alasan tentang keniscayaan
etika bisnis sebagai berikut.
Pertama,
bisnis tidak dapat disamakan dengan permainan judi. Dalam bisnis memang
dituntut keberanian mengambil risiko dan spekulasi, namun yang dipertaruhkan
bukan hanya uang, melainkan juga dimensi kemanusiaan seperti nama bai
kpengusaha, nasib karyawan, termasuk nasib-nasib orang lain pada umumnya.
Kedua,
bisnis adalah bagian yang sangat penting dari masyarakat dan menyangkut
kepentingan semua orang. Oleh karena itu, praktik bisnis mensyaratkan etika,
disamping hukum positif sebagai acuan standar dlaam pengambilan keputusan dan
kegiatan bisnis.
Ketiga,
dilihat dari sudut pandang bisnis itu sendiri, praktik bisnis yang berhasil
adalah memperhatikan norma-norma moral masyarakat, sehingga ia memperoleh
kepercayaan dari masyarakat atas produ atau jasa yang dibuatnya.
BAB III
PENUTUP
Dari
semua kajian dan dari praktik yang sudah banyak terjadi dalam kehidupan bisnis
tujuan etika bisnis adalah menggugah kesadaran moral dan memberikan
batasan-batasan para pelaku bisnis untuk menjalankan bisnis yang baik dan tidak
melakukan hal-hal yang bisa merugikan banyak pihak yang terkait dalam bisnis
tersebut.
Etika
bisnis mengajak para pelaku bisnis mewujudkan citra dan manajemen bisnis yang
baik (etis) agar bisnis itu pantas dimasuki oleh semua orang yang mempercayai
adanya dimensi etis dalam dunia bisnis. Hal ini sekaligus menghalau citra buruk
dunia bisnis sebagai kegiatan yang kotor, licik, dan tipu muslihat. Kegiatan
bisnis mempunyai implikasi etis, dan oleh karenanya membawa serta tanggungjawab
etis bagi pelakunya
Etika
Bisnis adalah seni dan disiplin dalam menerapkan prinsip-prinsip etika untuk
mengkaji dan memecahkan masalah-masalah moral yang kompleks dalam bisnis.
Daftar Pustaka
Dely, Arrinda. 2015. Perkembangan dalam
Etika Bisnis. (delyarr.blogspot.co.id/2015/10/perkembangan-dalam-etika-bisnis.html?m=1).
Diunduh pada tanggal 25 September 2017.
Karim, M. Rusli, 1992. Berbagai Aspek
Ekonomi Islam. Yogyakarta : PT. Tiara Wacana
Raharjo, M. Dawam, 1995. Etika Bisnis
Menghadapi Globalisasi. Jakarta : LP3ES
Suseno, Franz Magnis, 1994. Etika Bisnis :
dasar Dan Aplikasinya. Jakarta : Gramedia
Taufik Abdullah, 1982. Agama, Etos Kerja
dan Perkembangan Ekonomi. Jakarta: LP3ES
Zubair, Achmad Charris, 1995. Kuliah Etika. Jakarta : Rajawali Press
salah,
dan moral yang baik dan jahat.
Etika
bisnis merupakan etika terapan. Etika bisnis merupakan aplikasi pemahaman kita
tentang apa yang baik dan benar untuk beragam institusi, teknologi, transaksi,
aktivitas dan usaha yang kita sebut bisnis. Etika bisnis merupakan studi
standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam system dan
organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan
mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada
didalam organisasi.
Sebenarnya
banyak yang keberatan dengan penerapan standar moral dalam aktivitas bisnis.
Beberapa orang berpendapat bahwa orang yang terlibat dalam bisnis hendaknya
berfokus pada pencarian keuntungan financial bisnis mereka saja dan tidak
membuang-buang energy mereka atau sumber daya perusahaan untuk melakukan
pekerjaan baik yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
Karenanya
dalam masyarakat seperti itu, tidak mungkin dapat melakukan aktivitas bisnis,
dan bisnis akan hancur. Karena bisnis tidak dapat bertahan hidup tanpa etika,
maka kepentingan bisnis yang paling utama adalah mempromosikan prilaku etika
kepada anggotanya dan juga masyarakat luas.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Apa pengertian
dari etika, etiket dan moral
bisnis?
2. Apa
tujuan dari etika bisnis?
3.
Bagaimana perkembangan etika bisnis?
4. Pro dan kontra dalam etika bisnis?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etika, Etiket, dan Moral Bisnis
2.1.1 Pengertian Etika
Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa
Yunani adalah “Ethos”, yang berarti, karakter, watak, kesusilaan atau adat
kebiasaan. Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang
dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan
yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.
Menurut Martin [1993], etika didefinisikan sebagai
"the discipline which can act as the performanceindex or reference for our
control system" yang artinya disiplin yang dapat bertindak sebagai acuan
atau indeks capaian untuk sistem kendali kita/kami. Etika disebut juga filsafat
moral adalah cabang filsafat yang berbicara tentang praxis (tindakan) manusia.
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian etika
adalah : Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban
moral, Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, Nilai mengenai
benar dan salah yang dianut masyarakat.
2.1.2 Pengertian Etiket
Adalah ajaran sopan santun yang berlaku bila manusia
bergaul atau berkelompok dengan manusia lain. Berkaitan dengan nilai sopan
santun, tata krama dalam pergaulan formal. Etiket tidak berlaku bila seorang manusia hidup
sendiri misalnya hidup di sebuah pulau terpencil atau di tengah hutan.
2.1.2.1 Persamaan Etika dan Etiket
Etika dan etiket menyangkut perilaku manusia. Istilah
tersebut dipakai mengenai manusia tidak mengenai binatang karena binatang tidak
mengenal etika maupun etiket. Kedua-duanya mengatur perilaku manusia
secara normatif artinya memberi norma bagi perilaku manusia dan dengan demikian
menyatakan apa yag harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Justru
karena sifatnya normatif maka kedua istilah tersebut sering dicampuradukkan.
2.1.2.2 Perbedaan Etika dan Etiket
Etiket menyangkut cara melakukan perbuatan manusia.
Etiket menunjukkan cara yang tepat artinya cara yang diharapkan serta ditentukan
dalam sebuah kalangan tertentu
Etiket hanya berlaku untuk pergaulan. Etiket bersifat relatif. Yang
dianggap tidak sopan dalam sebuah kebudayaan, dapat saja dianggap sopan dalam
kebudayaan lain.
Etiket hanya memandang manusia dari segi lahiriah saja.
Etika tidak terbatas pada cara melakukan sebuah
perbuatan, etika member norma tentang perbuatan itu sendiri. Etika menyangkut
masalah apakah sebuah perbuatan boleh dilakukan atau tidak boleh
dilakukan. Etika selalu berlaku walaupun tidak ada orang lain.
Etika jauh lebih absolut. Perintah seperti “jangan berbohong”, “jangan
mencuri” merupakan prinsip etika yang tidak dapat ditawar-tawar.
2.1.3 Pengertian Moral
Kata moral berasal dari bahasa latin mos
(jamak:mores), yang berarti kebiasaan atau adat. Kata mores dipakai oleh banyak
bahasa masih dalam arti yang sama, termasuk bahasa indonesia.
2.1.4 Pengertian Etika Bisnis Menurut Beberapa Ahli
Menurut
Rosita noer: “Etika adalah ajaran (normatif) dan pengetahuan (positif) tentang
yang baik dan yang buruk, menjadi tuntutan untuk mewujudkan kehidupan yang
lebih baik.”
Menurut Yunani Kuno: ("ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan"), Etika adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.
Menurut Drs. O.P. Simorangkir: “Etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berperilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.”
Menurut Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat: “Etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.”
Menurut Drs. H. Burhanudin Salam: “Etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai norma dan moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya.”
Menurut Yunani Kuno: ("ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan"), Etika adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.
Menurut Drs. O.P. Simorangkir: “Etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berperilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.”
Menurut Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat: “Etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.”
Menurut Drs. H. Burhanudin Salam: “Etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai norma dan moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya.”
2.2 Tujuan
Etika Bisnis
Tujuan
etika bisnis adalah menggugah kesadaran moral dan memberikan batasan-batasan
para pelaku bisnis untuk menjalankan good business dan tidak melakukan monkey
business atau dirty business yang bisa merugikan banyak pihak yang terkait
dalam bisnis tersebut.
Etika bisnis mengajak para pelaku bisnis
mewujudkan citra dan manajemen bisnis yang baik (etis) agar bisnis itu pantas
dimasuki oleh semua orang yang mempercayai adanya dimensi etis dalam dunia
bisnis. Hal ini sekaligus menghalau citra buruk dunia bisnis sebagai kegiatan
yang kotor, licik, dan tipu muslihat. Kegiatan bisnis mempunyai implikasi etis,
dan oleh karenanya membawa serta tanggungjawab etis bagi pelakunya
Etika
Bisnis adalah seni dan disiplin dalam menerapkan prinsip-prinsip etika untuk
mengkaji dan memecahkan masalah-masalah moral yang kompleks.
Etika
bisnis tidak hanya menyangkut penerapan prinsip-prinsip etika pada dunia
bisnis, tetapi juga metaetika. Dalam hubungan ini, etika bisnis mengkaji apakah
perilaku yang dinilai etis pada individu juga dapat berlaku pada organisais
atau perusahaan bisnis. Selanjutnya etika bisnis menyoroti apakah perusahaan
mempunyai tanggung jawab sosial atau tidak.
Dunia bisnis, yang tidak ada menyangkut hubungan antara pengusaha dengan
pengusaha, tetapi mempunyai kaitan secara nasional bahkan internasional. Tentu
dalam hal ini, untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang
transparan antara semua pihak, baik pengusaha, pemerintah, masyarakat maupun
bangsa lain agar jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etika sementara
pihak lain berpijak kepada apa yang mereka inginkan. Artinya kalau ada pihak
terkait yang tidak mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan etika,
jelas apa yang disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa
diwujudkan. Jadi, jelas untuk menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang
menjamin adanya kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu
pembicaraan yang bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak
merugikan siapapun dalam perekonomian.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain yaitu :
1. Pengendalian diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan dengan jalan main curang dan menakan pihak lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang "etis".
2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya.
3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.
4. Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan"
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-"ekspoitasi" lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.
6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.
7. Mampu menyatakan yang benar itu benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan "katabelece" dari "koneksi" serta melakukan "kongkalikong" dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi" serta memberikan "komisi" kepada pihak yang terkait.
8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada "oknum", baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan "kecurangan" demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan "gugur" satu semi satu.
10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
Jika etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan. Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti "proteksi" terhadap pengusaha lemah. Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat sekarang ini sudah dirasakan dan sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan globalisasi dimuka bumi ini. Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin jurang itu akan dapat diatasi, serta optimis salah satu kendala dalam menghadapi tahun 2000 dapat diatasi.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain yaitu :
1. Pengendalian diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan dengan jalan main curang dan menakan pihak lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang "etis".
2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya.
3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.
4. Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan"
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-"ekspoitasi" lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.
6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.
7. Mampu menyatakan yang benar itu benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan "katabelece" dari "koneksi" serta melakukan "kongkalikong" dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi" serta memberikan "komisi" kepada pihak yang terkait.
8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada "oknum", baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan "kecurangan" demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan "gugur" satu semi satu.
10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
Jika etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan. Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti "proteksi" terhadap pengusaha lemah. Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat sekarang ini sudah dirasakan dan sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan globalisasi dimuka bumi ini. Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin jurang itu akan dapat diatasi, serta optimis salah satu kendala dalam menghadapi tahun 2000 dapat diatasi.
2.3
Perkembangan Etika dalam Bisnis
- Situasi terdahulu
Berabad-abad
lamanya etika berbicara pada taraf ilmiah tentang masalah ekonomi dan bisnis
sebgai salah satu topic di samping sekian banyak topic lain. Pada awal sejarah
filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain meyelidiki
bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan menusia bersama dalam Negara dan dalam
konteks itu mereka membahas juga bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga
harus diatur. Dalam filsafat dan teologi Abad pertengahan pembahasan ini
dilanjutkan, dalam kalangan Kristen maupun Islam, Topik-topik moral sekitar
ekonomi dan perniagaan tidak luput pula dari perhatian filsafat (dan teologi)
di zaman modern. Dengan
membatasi diri pada situasi di Amerika Serikat selama paro pertama abad ke-20,
De George melukiskan bagaimana di perguruan tinggi masalah moral di sekitar
ekonomi dan bisnis terutama disoroti dalam teologi. Pada waktu itu di banyak
universitas diberikan kuliah agama dimana mahasiswa mempelajari masalah-masalah moral sekitar ekonomi
dan bisnis. Dan pendekatan ini masih berlangsung terus sampai hari ini, di
Amerika Serikat maupun di tempat lain. Para paus mengeluarkan ensiklik-ensiklik
social baru sampai dengan Sollicitudo Rei Socialis (1987) dan Centesimus Annus
(1991) dari Paus Yohanes Paulus II. Suatu contoh bagus khusus untuk Amerika
Serikat adalah dokumen pastoral yang dikeluarkan oleh para uskup Amerika
Serikat dengan judul Economic Justice for All. Catholic Social Teaching and the
U.S. Economy (1986).
2. Masa Peralihan tahun 1960-an
Dalam
tahu 1960-an terjadi perkembangan baru yang bisa dlihat sebagai persiapan
langsung bagi ti,bulnya etika bisnis dalam decade berikutnya. Dasawarsa 1960-an
ini di Amerika Serikat (dan dunia Barat pada umumnya) ditandai oleh
pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas, revolusi mahasiswa (mulai di ibukota
Prancis bulan Mei 1968), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Suasana
tidak tenang ini diperkuat lagi karena frustasi yang dirasakan secara khusus
oleh kaum muda dengan keterlibatan Amerika Serikat dalam perang Vietnam. Rasa
tidak puas ini mengakibatkan demonstrasi-demonstrasi paling besar yang pernah
disaksikan di Amerika Serikat. Secara khusus kaum muda menolak kolusi yang
dimata mereka terjadi antara militer dan industry. Industry dinilai terutama
melayani kepentingan militer.
3. Etika bisnis lahir di Amerika Serikat tahun 1970-an
Etika
bisnis sebagai suatu bidang intelektual dan akademis dengan identitas sendiri
mulai terbentuk di Amerika Serikat sejak tahun 1970-an. Jika sebelumnya etika
membicarakan aspek-aspek moral dari bisnis di samping banyak pokok pembicaraan
moral lainnya (etika dalam hubungan dengan bisnis), kini mulai berkembang etika
bisnis dalam arti sebenarnya. Terutama ada dua factor yang member kontribusi
besar kepada kelahiran etika bisnis di Amerika Serikat pada pertengahan tahun
1970-an. Sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etika
sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas
krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di Amerika Serikat. Kita akan
memandang dua factor ini dengan lebih rinci.
4. Etika bisnis meluas ke Eropa tahun
1980-an
Di
Eropa Barat etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira – kira sepuluh
tahun kemudian , mula – mula di inggris yang secara geografis maupun kultural
paling dekat dengan Amerika Serikat, tetapi tidak lama kemudian juga negara –
negara Eropa Barat lainnya. Semakin banyak fakultas ekonomi atau sekolah bisnis
di Eropa mencantumkan mata kuliah etika bisnis dalam kurikulumnya, sebagai mata
kulah pilihan ataupun wajib di tempuh. Sepuluh tahun kemudinan sudah tedapat
dua belas profesor etika bisnis pertama di universitas – Universitas Eropa.
5. Etika bisnis menjadi fenomena global tahun
1990-an
Dalam
dekade 1990-an sudah menjadi jelas ,etika bisnis tidak terbatas lagi pada dunia
barat. Kini etika bisnis dipeajari, diajarkan dan dikembangkan di seluruh
dunia, kita mendungar tentang kehadiran etika bisnis amerika latin, eropa
timur, apalagi sejak runthnya komunisme disana sebagai sistem politik dan
ekonomi. Tidak mengherankan bila etika bisnis mendapat perhatian khusus di
negara yang memiliki ekonomi yang paling kuat di luar dunia barat. Tanda bukti
terakhir bagi sifat gllobal etika bisnis adalah telah didirikannya
international society for business management economis and ethics (ISBEE).
2.4 Pro dan Kontra dalam Etika Bisnis
Bisnis
adalah bisnis. Bisnis jangan dicampur-adukkan dengan etika. Para pelaku bisnis
adalah orang-orang yang bermoral, tetapi moralitas tersebut hanya berlaku dalam
dunia pribadi mereka, begitu mereka terjun dalam dunia bisnis mereka akan masuk
dalam permainan yang mempunyai kode etik tersendiri. Jika suatu permainan judi
mempunyai aturan yang sah yang diterima, maka aturan itu juga diterima secara
etis. Jika suatu praktik bisnis berlaku begitu umum di mana-mana, lama-lama
praktik itu dianggap semacam norma dan banyak orang yang akan merasa harus
menyesuaikan diri dengan norma itu. Dengan demikian, norma bisnis berbeda dari
norma moral masyarakat pada umumnya, sehingga pertimbangan moral tidak tepat
diberlakukan untuk bisnis dimana “sikap rakus adalah baik”(Ketut Rindjin,
2004:65).
Belakangan
pandangan diatas mendapat kritik yang tajam, terutama dari tokoh etika Amerika
Serikat, Richard T.de George. Ia mengemukakan alasan alasan tentang keniscayaan
etika bisnis sebagai berikut.
Pertama,
bisnis tidak dapat disamakan dengan permainan judi. Dalam bisnis memang
dituntut keberanian mengambil risiko dan spekulasi, namun yang dipertaruhkan
bukan hanya uang, melainkan juga dimensi kemanusiaan seperti nama bai
kpengusaha, nasib karyawan, termasuk nasib-nasib orang lain pada umumnya.
Kedua,
bisnis adalah bagian yang sangat penting dari masyarakat dan menyangkut
kepentingan semua orang. Oleh karena itu, praktik bisnis mensyaratkan etika,
disamping hukum positif sebagai acuan standar dlaam pengambilan keputusan dan
kegiatan bisnis.
Ketiga,
dilihat dari sudut pandang bisnis itu sendiri, praktik bisnis yang berhasil
adalah memperhatikan norma-norma moral masyarakat, sehingga ia memperoleh
kepercayaan dari masyarakat atas produ atau jasa yang dibuatnya.
BAB III
PENUTUP
Dari
semua kajian dan dari praktik yang sudah banyak terjadi dalam kehidupan bisnis
tujuan etika bisnis adalah menggugah kesadaran moral dan memberikan
batasan-batasan para pelaku bisnis untuk menjalankan bisnis yang baik dan tidak
melakukan hal-hal yang bisa merugikan banyak pihak yang terkait dalam bisnis
tersebut.
Etika
bisnis mengajak para pelaku bisnis mewujudkan citra dan manajemen bisnis yang
baik (etis) agar bisnis itu pantas dimasuki oleh semua orang yang mempercayai
adanya dimensi etis dalam dunia bisnis. Hal ini sekaligus menghalau citra buruk
dunia bisnis sebagai kegiatan yang kotor, licik, dan tipu muslihat. Kegiatan
bisnis mempunyai implikasi etis, dan oleh karenanya membawa serta tanggungjawab
etis bagi pelakunya
Etika
Bisnis adalah seni dan disiplin dalam menerapkan prinsip-prinsip etika untuk
mengkaji dan memecahkan masalah-masalah moral yang kompleks dalam bisnis.
Daftar Pustaka
Dely, Arrinda. 2015. Perkembangan dalam
Etika Bisnis. (delyarr.blogspot.co.id/2015/10/perkembangan-dalam-etika-bisnis.html?m=1).
Diunduh pada tanggal 25 September 2017.
Karim, M. Rusli, 1992. Berbagai Aspek
Ekonomi Islam. Yogyakarta : PT. Tiara Wacana
Raharjo, M. Dawam, 1995. Etika Bisnis
Menghadapi Globalisasi. Jakarta : LP3ES
Suseno, Franz Magnis, 1994. Etika Bisnis :
dasar Dan Aplikasinya. Jakarta : Gramedia
Taufik Abdullah, 1982. Agama, Etos Kerja
dan Perkembangan Ekonomi. Jakarta: LP3ES
Zubair, Achmad Charris, 1995. Kuliah Etika. Jakarta : Rajawali Press
Komentar
Posting Komentar